Pemerintahan sekarang ini memperkenankan pemberian kartu keluarga buat pasangan yang nikah siri, walau tak tertera dalam dokumen ataupun surat nikah.
Pasangan nikah siri bisa peroleh kartu keluarga (KK) dengan persyaratan serahkan surat pengakuan tanggung-jawab mutlak (SPTJM) yang dijumpai oleh dua saksi.
Adapun pemisah di antara KK buat pasangan nikah siri purwodadi serta nikah sah menurut hukum negara yakni tersedianya kolom yang tercatat kawin belum tercantum pada KK untuk pasangan nikah siri.
Alasan pemerintahan, di dalam masalah tersebut Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) perihal pemberian KK buat pasangan nikah siri ini menurut peraturan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan yang mengatakan kalau perkawinan syah kalau dikerjakan menurut hukum semasing kepercayaannya itu dan agama.
Dalam perihal tersebut, pernikahan siri dirasa resmi sama sesuai hukum agama, maka menurut pemerintahan bisa saja buat pasangan nikah siri untuk mendapat KK.
Argumen yang lain mendasari diberikan KK untuk pasangan nikah siri merupakan agar tiap-tiap penduduk negara, termaksud anak yang lahir dari nikah siri grobogan pula terdaftar atau punyai KK.
Walau begitu, butuh dicermati kembali kebijaksanaan ini biar dalam prakteknya bisa berikan kefaedahan buat masayarakat umum, tidak bikin rugi faksi tertentu, terutamanya anak serta wanita dalam perkawinan.
1. Otensitas Undang-Undang Nikah Siri
Aturan perundang-undangan di Indonesia tak kenal maupun mengontrol secara detail berkenaan nikah siri. Kendati syah menurut hukum agama, tapi posisi pernikahan siri tidak miliki kekuatan hukum sebagai halnya dirapikan dalam aturan perundang-undangan.
Merujuk pada Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan menuturkan jika perkawinan resmi seandainya dilaksanakan menurut keputusan agama masing-masing, akan tetapi selanjutnya di ayat (2) dirapikan berkaitan pendataan perkawinan yang sudah dilakukan sebagai halnya ketetapan perundang-undangan.
Dalam perihal tersebut, penerapan perkawinan siri kendati udah resmi berdasarkan agama akan tetapi tidak langsung peroleh ketetapan hukum negara kalau tidak dibuat di instansi berkaitan, sama dengan ketetapan perundang-undangan yang berlaku.
Praktek nikah siri purwodadi lalu berefek pada status serta posisi beberapa faksi dalam pernikahan tesebut, baik itu suami, istri ataupun anak dari pernikahan siri.
Saat sebelum tersedianya peluang buat miliki KK untuk pasangan nikah siri, baik istri atau suami, masih tercantum dalam KK masing-masing.
Sedangkan, jika lalu ada anak yang lahir dalam pernikahan siri itu, status anak dalam surat kelahirannya cuma untuk anak ibu dan terdaftar dalam KK ibu.
Dengan begitu, karenanya pemberian KK untuk pasangan nikah siri dengan argumen supaya anak yang lahir bisa tercantum dalam KK dan peroleh dokumen kelahiran tidak argumen logis.
Ini disebabkan tidak ada atau adanya KK dari orang-tua anak itu, anak terus bisa mendapat dokumen kelahiran dan terdaftar dalam KK, meskipun status anak cuma untuk anak ibu.
Nikah siri tidak dianggap oleh negara, biarpun syah dimata agama Islam. Oleh karena itu, anak atau istri dari perkawinan siri tidak miliki status hukum dihadapan negara.
Seperti dirapikan pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 perihal Perkawinan (UU Perkawinan), setiap perkawinan dicatat menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Soal ini dipertegas dalam Pasal 5 ayat (1) Perintah Presiden Nomor 1 Tahun 1991 perihal Penyebaran Kombinasi Hukum Islam (KHI), yang mensyaratkan tiap perkawinan dicatat biar terbukti keteraturan perkawinan untuk warga Islam.
Pendataan perkawinan itu dilaksanakan oleh karyawan pencatat nikah. Maka, syah tidaknya perkawinan tidak ditetapkan oleh akte perkawinan,
akan tetapi surat perkawinan merupakan bukti udah berlangsungnya/berjalannya perkawinan. Tidak ada bukti pemilikan akte ini berefek pada anak ataupun istri dari perkawinan siri tidak mempunyai keabsahan dihadapan negara.
2. Resiko Nikah Siri Untuk Kehidupan Negara
Tidak tersedianya legitimasi nikah siri ini munculkan resiko hukum pada status anak dari nikah siri. Menurut Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan jo. Ketetapan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012 terkait Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan, anak yang lahir dari perkawinan siri dipersamakan posisinya dengan anak luar kawin.
Anak dari pasangan itu dipandang seperti anak yang dilahirkan di luar perkawinan serta cuman punyai pertalian perdata dengan keluarga ibunya dan ibunya.
Jadi anak yang dipandang terlahir di luar perkawinan yang syah dari ke-2 orang tua-nya, masih tetap dapat memperoleh dokumen kelahiran lewat pendataan kelahiran. Tetapi, dalam akte kelahiran itu cuman tertera nama ibunya.
Bila ingin memberikan nama ayahnya dalam dokumen kelahiran, dibutuhkan pengesahan pengadilan menjadi wujud pernyataan anak itu oleh ayahnya.
Sepanjang belumlah ada keputusan pengadilan terkait pernyataan si ayah kepada anak hasil pernikahan siri, karena itu anak itu menurut Pasal 43 ayat (1) UUP jo. pasal 100 Gabungan Hukum Islam (KHI) tak punya hak mewaris dari ayahnya.
Lantaran, si anak cuman punya jalinan perdata dengan keluarga ibunya dan ibunya. Sementara itu, menurut Pasal 863 KUHPerdata, apabila anak hasil pernikahan siri itu dianggap oleh ayahnya karena itu dia memiliki hak mewariskan 1/3 sisi dari sisi yang mestinya mereka terima kalau mereka menjadi anak-anak yang sah.
a. Kartu Keluarga (KK) Buat Pasangan Yang Menikah Siri
Pasangan yang nikah siri bisa ditempatkan ke 1 KK. Tetapi, Dinas Kependudukan serta Pendataan Sipil tak menikahkan, tapi cuman mendata udah berlangsungnya perkawinan. Nanti, di KK dapat dicatat info “kawin belum tertera “.
Untuk membikin KK itu, pasangan nikah siri harus sertakan Surat Pengakuan Tanggung Jawab Mutlak (“SPTJM “), kebenaran pasangan suami-istri didapati oleh dua orang saksi.
b. Kriteria Pengerjaan untuk mengatur KK salah satunya:
Sedang untuk pasangan nikah siri, ada persyaratan pribadi yang sudah dikukuhkan Dukcapil Kemendagri ialah bikin Surat Pengakuan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) sebagai kebenaran pasangan suami istri didapati oleh dua orang saksi.
c. Ikhtisar Kartu Keluarga Nikah Siri
nikah siri syah secara agama, akan tetapi tak miliki kekuatan hukum dan oleh karena itu dirasa tidak sempat ada dalam catatan negara. Dalam kata lain, perkawinan siri tak dianggap oleh negara.
Pasangan yang nikah siri grobogan bisa ditempatkan ke 1 KK dengan informasi kawin belum tertera dengan persyaratan privat adalah menyertakan Surat Pengakuan Tanggung Jawab Mutlak.
Walaupun begitu, masih tetap harus buat pasangan buat mengerjakan isbat menuliskan pernikahannya dan nikah.